HARUS diakui membina manusia atau membangun mental masyarakat jauh lebih sulit dan lebih berat ketimbang membangun sarana fisik seperti membangun jalan, jembatan, rumah, gedung, pabrik dan lain-lain. Membangun rumah misalnya, dapat dirampungkan dalam beberapa bulan, sementara membangun mental manusia perlu waktu bertahun-tahun, bahkan menurut hadist Nabi Muhammad SAW, yang diriwayatkan Muttafaqun-alaihi, membangun mental manusia (melalui pendidikan) merupakan proses yang tidak pernah berhenti sepanjang masa (minal-mahdi ilal-lahdi).
Lantas mengapa membangun mental manusia berat dan sulit? Jawabnya, karena yang dibangun adalah makhluk hidup, bernyawa, punya perasaan, jiwa dan hati. Tentu jauh berbeda bila dibandingkan dengan membangun benda mati. Allah SWT setiap mengutus Nabi dan Rasul, mulai dari Nabi Adam AS sampai Nabi Muhammad SAW, tugas utama mereka adalah membangun mental manusia. Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya aku diutus untuk memperbaiki akhlak manusia.” (Muttafaqun-alaihi). Prof Dr Hasan Langgulung mengomentari bahwa akhlak itu buah iman dan buah ibadah, karenanya belum benar iman dan ibadah seseorang jika dari iman dan ibadahnya itu belum melahirkan akhlak yang mulia.
Kini di negeri ini banyak sekali orang-orang pintar pengetahuan tapi bodoh akhlaknya, kaya pengetahuan tapi miskin moralnya, tinggi berteorinya namun rendah pengamalannya, banyak yang beragama tapi sedikit yang istiqomah. Kondisi inilah yang melahirkan banyak kecurangan dan kemaksiatan yang pada akhirnya menghancurkan negeri ini.
Kita selama ini sering menyamakan benda hidup dengan benda mati. Di banyak negara termasuk Indonesia, pembangunan yang dilakukan lebih berorientasi pada fisik ketimbang mental. Para petinggi berlomba membangun gedung pencakar langit dan bangunan megah lainnya, tetapi sering lupa membangun mental manusia yang kelak akan mengisi gedung-gedung itu. Sehingga tak jarang praktik KKN tumbuh subur di gedung-gedung mewah tersebut. Demikian pula masalah penegakan hukum, hukum dan keadilan bisa diperjual-belikan. Para penjahat kelas kekap seakan tak tersentuh hukum karena aparat keamanan ada yang menjadi pelindung mereka. Bahkan ketika penjahat kelas kakap itu dipenjara tetap ada perlakuan berbeda dari para tahanan lainnya. Inilah fenomena yang sedang terjadi saat ini.
Lalu apa yang harus kita lakukan untuk menyelamatkan bangsa ini dari kehancuran? Jawabnya, kita harus membangun mental manusia dengan kembali kepada petunjuk Allah SWT dan sunnah Rasulullah. “... kamu tidak akan tersesat untuk selama-lamanya jika kamu berpegang kepada keduanya, yaitu Alquran dan Alhadist,” kata Nabi Muhammad SAW.
Dalam Alquran surat Luqman ayat 12-19, Allah SWT menerangkan kepada kita bahwa Luqman adalah seorang ahli hikmah, ilmuwan dan cendikiawan yang senantiasa bersyukur kepada Allah, dan selalu memberikan pencerahan kepada masyarakat. Sementara pada ayat 13 diterangkan, “Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: “Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah. Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar.”
Dari ayat barusan dapat disimpulkan bahwa syirik (menyekutukan Allah) adalah suatu kezaliman yang besar. Kita jangan beranggapan syirik terbatas hanya pada penyembahan berhala dan praktik perdukunan semata. Sebab menurut tokoh jamaah Islami Pakistan, Dr Abul A’la al-Maududi, syirik mempenyai spektrum yang sangat luas mencakup aqidah, filsafat, ideologi, politik, ekonomi dan lain-lain.
Sebagai bangsa sepertinya kita sudah tidak lagi menyembah berhala atau patung-patung, tetapi jangan lupa penyembahan terhadap nafsu dan praktik perdukunan memperlihatkan kecenderungan yang semakin meluas. Saat ini banyak sekali dukun yang terang-terangan memasang iklan di berbagai media untuk meramal bintang, meramal nasib, meramal nama, tanggal lahir dan lain sebagainya. Di sisi lain, masyarakat kita pun semakin materialistis sehingga ambisi untuk menumpuk kekayaan dan mencari jabatan (kekuasaan) telah merasuki pandangan hidup masyarakat. Akibat rakus harta dan gila jabatan seringkali membuat seseorang menghalalkan segala macam cara untuk mencapai tujuannya. Petunjuk agama sudah tidak diindahkan lagi. Ambisi (hawa nafgsu) telah menjadi tuhan-tuhan baru yang menguasai kehidupan manusia modern dewasa ini.
Allah SWT berfirman: “Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya dan Allah membiarkannya sesat berdasarkan ilmunya, dan Allah telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas penglihatannya? Maka siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah (membiarkannya sesat). Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran?” (QS Al-Jaatsiyah 23).
Akhirul kata, untuk memperbaiki akhlak dan moral bangsa, upaya yang harus kita lakukan adalah membersihkan dan mengikis unsur-unsur syirik di masyarakat, menguatkan aqidah dan istiqomah dalam beragama.
Home » mental manusia » Membangun Mental Manusia
{ 0 comments... Views All / Send Comment! }
Post a Comment